Penulis: Harun Jo
Dengan seorang anak, pengampunan bukanlah suatu pilihan, ia diharapkan. Sebagai orang tua, kita tahu bahwa seorang anak akan selalu membuat kesalahan dan berharap untuk diampuni belakangan. Maraton estafet pengampunan dan kesalahan ini barangkali berterusan untuk waktu yang lama, kita semua setuju, tidakkah kita? Akhirnya, pengampunan diperlakukan enteng dan menjadi harapan yang diberikan secara bebas.
Lambat laun, saat kita beranjak tua, perasaan bahwa pengampunan mungkin tidak diperlukan akan memperdalam. Meminta pengampunan akan menjadi semakin sulit karena kecongkakan; ia menjadi tanda kelemahan dan pada akhirnya mungkin saja juga berakhir sebagai tugas seremonial pada acara-acara khusus.
Mungkinkah kita telah mengumpulkan begitu banyak beban di sepanjang jalan sehingga terlalu berat untuk ditanggung bahwa kita merasa malu untuk mengatakan maaf? Atau mungkin lebih mudah untuk mengatakan kita yang salah hanya di ranjang kematian? Jadi, untuk diampuni dan mengampuni penting bagi kita?
Jika kita melihat pada Kitab-kitab Suci, pengampunan adalah salah satu pesan kunci yang penting bagi keselamatan kita. Ini adalah langkah pertama untuk lebih dekat dengan Tuhan. Meminta pengampunan dari Tuhan bukan hanya usaha pribadi. Apakah kita menyadari bahwa Tuhan juga memainkan peran aktif? Bahkan, Tuhan dapat dilihat sebagai mengambil langkah pertama untuk mendekati kita, ciptaan-Nya.
Mari kita lihat dari Al-Quran, surah pertama, Al-Fatihah dimulai dengan
“Dengan nama Allah , Maha Pemurah, Maha Pengasih”
Kemudian dalam ayat ketiga,
“Maha Pemurah, Maha Pengasih”
Dan ketika kita melihat lebih lanjut ke dalam Hadis:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Rabb Tabaaraka wa Ta’ala kita turun di setiap malam ke langit dunia pada sepertiga malam terakhir dan berfirman: “Siapa yangberdo’a kepadaKu pasti Aku kabulkan dan siapa yang meminta kepadaKu pasti Aku penuhi dan siapa yang memohon ampun kepadaKu pasti Aku ampuni”.
021: 246: Diriwayatkan oleh Abu Hurairah
Dari beberapa ayat dari Al-Quran dan Hadis, saya tidak bisa menahan diri untuk memperhatikan bahwa tidak diragukan lagi, manusia selalu berada di hati Allah. Allah prihatin bagi mereka yang ingin mencari Dia tetapi masih merasa tidak mampu, malu untuk menghadapi-Nya. Allah membuatnya sangat jelas dari awal akan kebajikan-Nya sebagai yang Pemurah dan Pengasih. Jika ini tidak cukup meyakinkan, Allah bahkan pergi bertanya siapa Dia bisa mengampuni.
Bahkan dari 99 nama dikaitkan dengan Allah, 10 adalah mengacu kepada atribut mengampuni Allah.
Al – ‘Afuww – Maha Pemaaf
Al – Ghaffar – Maha Pengampun
Al – Ghafur – Maha Pengampun
Al – Haleem – Maha Penyabar
Ar – Rahman – Maha Pemurah
Ar – Rahim – Maha Pengasih
Ar – Ra’uf – Maha Pengasih serta Penyayang
At – Tawwaab – Yang Menerima Taubat
As – Sabur – Maha Penyabar
Mungkin Allah mengetahui hati manusia; ia menjadi terbius dan mati rasa seiring waktu saat kami melanjutkan dengan apapun kehidupan kecil yang kita miliki. Mungkin Allah mengetahui hati manusia; ia menjadi terbius dan mati rasa seiring waktu saat kita meneruskan dengan apapun kehidupan kecil yang kita miliki. Ego manusia mengambil alih hati nuraninya, mematikan rasa kerendahan hati. Kenyataan bahwa manusia datang ke dunia ini dalam keadaan yang paling rendah, tidak berpakaian dan tanpa barang kepunyaan telah perlahan-lahan memudar.
Saat kita meletakkan semua ini dalam perspektif, sebenarnya adalah mudah untuk mendekati Allah! Ini bukanlah tugas yang mustahil. Allah bukanlah ‘menyendiri’ atau jauh. Tidak seperti mendekati orang, akan lebih mudah untuk mendekati Allah. Kita tidak perlu membuat janji temu. Satu-satunya persyaratan adalah sebuah hati yang bersedia, karena Allah telah mengatakan bahwa Dia Maha Pemurah dan Maha Pengasih.
Namun, sikap haruslah benar. Kita tidak bisa menganggap enteng bahwa belas kasihan Allah akan selalu ada. Kita harus memahami bahwa meskipun ada kesempatan kedua, jangan mengambil sesuatu begitu saja karena Dia juga dikenal sebagai ‘Al-Fattah’ – Maha Pembuka Kebaikan dan Pemberi Keputusan. Dia akan menghakimi kita pada akhirnya, dengan mempertimbangkan bagaimana kita telah menangani kemurahan-Nya.